Saturday, December 20, 2008

Kerinduan

--untuk awal mula


Hasrat sungai.
Kuberitahu kau tentang rindu sungai pada lautan biru
Walau bersua, hasrat itu tetap ada di situ
Meski gelombangnya bergejolak tenang
Namun arahnya berazzam pasti, penuh keyakinan
Dari hulu, riak sungai berkecipak
Berkejaran menuju batas labuhan
Di muara, mereka bertukar rasa. Untuk sementara,
Namun terik panas memisahkan mereka, lagi-lagi.
Dan di ranah waktu, titik-titik air terangkat tinggi
Buih-buih itu pergi menuju angkasa
Dan mereka bergelayutan di awan-awan
Meski tertahan angin darat di temaram malam
Namun rembulan hadir mengisyaratkan petunjuk.
Dan gemawan mega mencari jalan pulang kembali ke lautan,
Bersikukuh turun menuruni lembah terjal pegunungan
Oh, betapa rindu ini mengalir tak ragu

Impian malam.
Kuberitahu kau tentang rindu malam pada rembulan
Saat mentari pergi undur diri
Meninggalkan semak pepohonan yang memuja cahyanya
Malam kemudian datang tanpa pelita.
Terpenjara sepi yang menyiksa,
Sang malam terus bermimpi pada sekerjap jelita
Dan rembulan datang menebarkan terang
Menawarkan kemewahan kehidupan
Di antara hari-hari terhasut remang
Saat purnama belumlah tiba
Terbungkus cengkeraman bayang-bayang bumi
Dengan sabar, malam menunggu jeda
Jika mendung datang bergelung, menyanggul langit
Menabirkan satu-satunya harapan menyilaukan
Malam menjelma menjadi pungguk yang berdiam di tengah hutan,
Dan menangis muram kehilangan di antara cucuran hujan
Yang isakannya takkan pernah terdengar
Oh, betapa ini rindu terkoyak pilu

Lelamun hutan.
Kuberitahu kau tentang rindu pepohonan pada hujan
Selewat sengat membakar di kemarau gersang
Hujan datang membasuh lamunan hutan
Membasahi batang tua yang mengelupas
Dan pepucuk tunas mekar menghijaukan,
Di ujung-ujung cabang yang menghadap ke langit
Seakan menyalami tetes hujan yang turun ke tanah.
Lalu rona bebungaan berwarna-warni semerbak
Bak insan mempelai menyambut pengantin datang
Melenggak-lenggok memamerkan pesona
Dan laksana menemani kegembiraan
Jengkerik, katak, dan kumbang menyuguhkan simphoni alam
Bernyanyi riang mengabarkan karunia Tuhan
Oh, betapa rindu ini menghaturkan kebahagiaan

Doa insan.
Kuberitahu kau tentang rindu manusia pada pencipta-Nya
Di fana, walau mata tak bersapa,
Ada doa yang terangkum di dada
Pada sujud, di kepala yang merunduk
Terumuskan oleh bait-bait tasbih yang bergulir khidmat
Ada cinta menggelegak menemui pemiliknya.
Untuk tempat kembali;
Awal yang sejati, akhir yang abadi.
Air mata insan berderai perlahan tak sia
Sebab itu adalah tangis suka cita
Kalaulah berat beban tak sanggup ditahan
Ya Rabbi, Dia-lah yang Maha Mendengar keluh kesah
Dan jika sejumput gembira berkunjung selintasan
Maka kepada-Nya lah sajak syukur dipersembahkan
Oh, betapa ini rindu teramat rindu

Awal rindu.
Dan cukupkah kau tahu sekarang,
Rinduku padamu?


Bandung, 2 September 2008

2 comments:

Dwi Tulus Panewun said...

wah sesama pecinta sastra boleh nulis di sini kan??
boleh lah
ini semua kan bisa di jadikan wahana tukar imajinasi

iya nggak sih??

bagus puisinya !
lam kanl ja tyaaaa

Pecinta Syair said...

Kata-kata indah mempertautkan yang tak saling mengenal.

Kita ada untuk saling memberi arti, saling tarik-menarik pada orbital kehidupan kita yang fana ini. Saling mempengaruhi dan dipengaruhi.

Mari, kita sama untuk berbagi, ada untuk bersahabat, hadir untuk mencerahkan inspirasi.

--
Salam kenal mas dwi!