Tuesday, July 31, 2007

Tentang Puisi

Kali ini saya tidak ingin menulis puisi, tetapi ingin berbagi tentang puisi dan makna.

Banyak orang kebingungan bagaimana menulis puisi. Sebagian bertanya kepada saya bagaimana menulis puisi yang indah. Tidak ada pakem yang pasti menurut saya. Hanya jika kita menyukai keindahan dan bermaksud menuangkannya di atas guratan pena, puisi pun tercipta. Apakah puisi itu kan jadi indah atau tidak, itu tergantung seberapa besar kita menghayati proses penulisannya.

Ada beberapa hal yang diperlukan untuk menulis sebuah puisi.

(1) Keterampilan berbahasa
Keterampilan berbahasa bisa dilatih dari berbagai macam cara. Dapat dengan cara membaca puisi orang lain, dapat juga dengan menonton film yang bertipe melankolis, atau dapat juga dengan mendengar lagu (tentu lagu “Who Let The Dogs Out” atau semacamnya tidak bisa dijadikan referensi).
Puisi yang baik memiliki pilihan kata yang tepat. Untuk puisi yang berapi-api, kata-kata yang menggelora lebih bagus sementara puisi cinta umumnya memiliki kata-kata penuh roman. Semakin sering kita membuat sebuah puisi, semakin terampil kita berbahasa.

(2) Momen
Momen adalah tuas yang menggerakkan inspirasi. Momen terjadi dengan cepat, tetapi efeknya dapat bertahan lama. Begitu sebuah momen tiba (entah kesedihan, kegembiraan, kecewa, dll), seorang penyair yang pandai akan menyambutnya dengan sikap optimis. Seorang penyair yang baik akan peka terhadap sebuah momen. Itu sebabnya penyair adalah golongan orang yang umumnya sensitif. Jika mereka melihat seorang nelayan tua mencari ikan, mereka akan mengambil hikmahnya. Jika dirundung kemalangan, mereka akan bertanya tentang masa depan. Jika kebahagiaan tercipta, mereka melukis perasaan haru di kanvas kertas.

(3) Tekad
Tekad adalah unsur terakhir sebuah puisi. Banyak orang mengira puisi tercipta begitu saja saat sebuah momen terjadi. Padahal, tidak semua penyair dapat berlaku seperti itu. Sebagian puisi saya ditulis dalam kurun waktu yang lama (yang paling lama adalah sekitar 2 bulan). Ini terjadi karena muncul kekosongan inspirasi. Kata-kata menjadi beku berjam-jam. Jika saat seperti itu terjadi, saya memutuskan untuk menunda penyelesaian sebuah puisi. Biasanya, saya akan membaca puisi yang belum jadi itu berulang-ulang sampai saya menemukan bait-bait penghubung yang tepat.

Secara pribadi, saya menyukai puisi kontemplatif yang maknanya cukup jelas. Saya tidak terlalu menyukai puisi yang terlalu sulit (seperti sebagian puisi Sapardi Djoko Damono). Dalam puisi, saya lebih suka mengungkapkan sebuah pertanyaan ketimbang pernyataan. Ini dikarenakan saya menjadikan puisi sebagai sebuah media pencarian.

Saya juga lebih menyukai puisi tersamar yang variasi maknanya cukup interpretatif. Itu sebabnya, terkadang beberapa orang salah mengartikan puisi yang saya buat. Jika saya menulis sebuah perjalanan hidup, saya mungkin akan membuat penggambaran cerita tentang seorang pelaut. Jika menggambarkan mimpi yang sulit, saya mungkin akan menggunakan bintang sebagai perumpamaan. Jika mengungkapkan cinta, saya lebih suka menggunakan metafora atau eufimisme. Saya kurang suka puisi cinta yang bergaya “kasar” yang terlalu banyak mengumbar kalimat “aku cinta kamu” atau penggunaan kata “kasih”, “rindu”, “sayang” yang berlebihan. Buat saya, puisi kasar seperti itu hanya layak ditampilkan di film India atau sinetron murahan Indonesia.

Semua puisi yang saya tulis memiliki momennya sendiri. Saya selalu mengingat apa sebabnya saya menulis sebuah puisi. Puisi menjadi sebuah catatan harian tersandi yang orang tidak akan mudah mengerti saat membacanya.

Namun, tentu saja setiap orang punya gaya puisinya masing-masing. Yang paling penting dari sebuah puisi adalah bukan tentang berapa banyak orang menganggapnya indah. Melainkan, seberapa dalam maknanya bagi kita sendiri.

Itu saja tentang puisi....Selamat menulis puisi!

3 comments:

Anonymous said...

aku suka bahasan ttg momen, k. begitu ada momen, rasanya mudah sekali untaian kata tertuang.momen ttg cinta, misalnya, dulu gampang banget tertuang, tapi sekarang abis nikah kok jadi kehilangan inspirasi ya? hehehe. sama, puisi (atau mungkin hanya rangkaian tutur) juga jadi semacam diaryku yg tersandi.

Pecinta Syair said...

k...

Mengapa ikatan suci mesti menghilangkan inspirasi?
Mengapa pernikahan menghampakan romantika?

Momen tercipta bukan tanpa alasan
Melainkan datang dengan undangan, jika kita mencarinya di antara keramaian

Wallahu'alam

nanang rusmana said...

ulasan yang lugas. terima kasih telah berbagi. salam.