Tuesday, August 30, 2005

Kisah Nelayan Renta




Kulihat saat fajar merekah
Seorang nelayan renta
Kulitnya mengeriput di sekujur raga
Menebar-nebar jala
Pada pantai nan suram
Mengais ikan hasil tangkapan

Pagi hari ia berangkat
Mungkin petang baru bisa beristirahat
Kulit nan legam
Terpanggang bara surya
Penanda ia tak kenal putus asa

Takkan seberapa ikan ia dapat
Takkan cukup tuk jadi nafkah

Lalu Tuan,
Mengapa kau berlanjut pada hidup
Yang penuh akan peluh
Begitu sungguh
Adakah kau rasai hidup sebagai siksa
Tapi mengapa derita tidak tampak
Pada pelupuk matamu yang bening
Kau malahan tersenyum
Saat kau tarik jaring dari ombak

Tuan,
Mungkinkah kau seorang guru
Yang mampu mengajar
Pada indahnya syukur
Walau dunia kan hanya memandangmu
Tak lebih dari nelayan papa
Tapi sungguh, kau menyimpan harta
Pada kamar-kamar hatimu yang agung


Pamengpeuk, 22 Mei 2203

3 comments:

Pecinta Syair said...

Aku hanyalah pengelana
Yang mencari Kebenaran
Di antara bintang gemintang

Tidak pula aku berpengetahuan
Sebab aku manusia pandir
Seorang yang berusaha belajar
Di sekolah kehidupan
Kadang terjerembab di lembah terjal
Kadang terseret arus liar

Dan kau,
Ada keindahan dalam dirimu
Ketimbang bertanya bagaimana
Pada yang lain
Cobalah lihat dirimu sendiri
Sebab Engkaulah keindahan
Sebab Engkaulah kebaikan

Anonymous said...

Aku lebih suka puisi kak ruli di comment-nya, daripada puisi "nelayan tua renta". Ups, "Kisah Nelayan Renta" deng...

Pecinta Syair said...

@sari

ha ha ha...
iya sih, puisi nelayan-nya...rada-rada maksa yah :D :D Hmm...hmm...memang sedang belajar sih..xixixi...

[nanti aku kasih komen ah di blogmu...kalo inget sari, bawaannya pengen jaillllll ajah :D]